SURAT CINTA UNTUK CALON SUAMIKU

Sebagai bentuk apresiasi saya terhadap kaum wanita serta peringatan hari lahirnya Raden Ajeng Kartini tokoh pembaharu wanita Indonesia yang diperingati tanggal 21 April 2009 yang lalu, saya terinspirasi memuat sebuah tulisan dalam bentuk sepucuk surat dari seorang muslimah kepada calon suaminya, yang ditulisnya pada salah satu milis Islam beberapa tahun lalu. Dalam konteks kekinian, apalagi dengan momentum peringatan lahirnya Kartini, saya merasa bahwa surat ini masih cukup relefan dan insya Allah tetap relefan untuk ditulis kembali. Karena menurut saya, surat ini adalah geliat hati seorang wanita terhadap dinamika kehidupan dan peran serta wanita dalam berbagai bidang seperti realitas yang terjadi saat ini. Surat ini merupakan apresiasi seorang muslimah berpendidikan, hidup di kota besar yang sarat dengan tantangan dan penuh persaingan, atas gejolak yang terjadi pada kaumnya. Semangat emansipasi yang menjurus pada kebebasan tanpa batas yang saat ini tengah melanda sebagian besar wanita Indonesia, budaya feminisme, materialisme, dan gaya hidup hedonis, menginspirasinya menuliskan sepucuk surat yang ditujukan pada calon suaminya. Perlu saya sampaikan bahwa pada beberapa bagian dari surat ini telah saya edit namun insya Allah tidak akan mengurangi makna yang terkandung di dalamnya.

Bagi para pembaca sekalian, terutama para wanita Indonesia yang sempat membaca surat ini, mudah-mudahan bisa menjadi pembanding atas apa yang sekarang terjadi dalam kehidupan wanita, khususnya wanita Indonesia. Dan kepada seorang muslimah yang telah menulis surat ini, sebelumnya saya mohon maaf, karena telah berani menulis kembali surat anda tanpa sepengetahuan dan seijin anda. Tapi saya yakin untuk suatu tujuan mulia, insya Allah anda tidak akan pernah keberatan dengan ditulisnya kembali surat ini. Berikut bunyi suratnya :
    "Assalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh"

    Calon suamiku tercinta, tiada pernah aku bermimpi engkau akan menyatakan niatmu untuk menikahiku seperti yang engkau utarakan pada kedua orang tuaku. Saat ini hatiku tiba-tiba gelisah, panik bercampur bahagia, rasanya aku tak sabar menunggu saat-saat yang paling bersejarah dalam hidupku itu. Begitu bahagianya hatiku, ingin aku berbagi rasa dengan para sahabatku, lalu dengan bangganya aku ceritakan tentang dirimu yang sangat mencintai Alloh kepada mereka. Alangkah terkejutnya aku mendengar perkataan mereka tentang dirimu, beberapa sahabat wanitaku bertanya padaku apa, “kamu serius mau nikah sama laki-laki yg sok alim seperti itu?, kamu tau kan laki-laki yang sok alim seperti calon kamu itu, pasti akan mengekang istrinya, gak boleh keluar rumah, gak boleh kerja, malahan ada yg suruh istrinya pake cadar, ih kalau guwa sih ogah!!!” Seorang sahabat lelakiku juga mengatakan, “Serius kamu mau nikah secepat itu?, kamu kan belum pernah liat orangnnya, mending PACARAN dulu 2 atau 3 thn buat saling kenal, setelah itu baru buat planning nikah, kalo guwa sih, sebagai seorang modern, realistis dan open minded gak mau nikah cepet-cepet, dan nantinya guwa bakal kasih kebebasan buat istri guwa, kan wanita berhak bebas juga!!!".

    Kata-kata itu bagai petir menyambar hatiku, aku tak menyangka sahabat-sahabat yang selama ini sangat dekat denganku ternyata menganut faham kebebasan dan faham modernis dan liberalis seperti itu. Sesaat niatku untuk menikahimu karena mencari Ridha Alloh pun menghilang, Syukurlah aku tersadar , kemudian kudirikan sholat malam, melakukan istikharah seraya kupanjatkan doa dengan sungguh-sungguh kepada Ilahi Rabbi, agar Ia memberi petunjuk-Nya padaku, "Jika engkau baik bagiku, keluargaku, hidup dan agamaku, maka permudahlah urusanku untuk menikah dengannya ya Allah". Begitu doaku sepanjang malam, subhanalloh walhamdulillah, niatku yang telah memudar, hati yang diliputi keraguan kembali jernih sejernih air zam-zam. Tiada kebimbangan dan keragu-raguan sedikitpun dalam hatiku kini jika kelak aku menjadi istrimu. Karena itu wahai calon suamiku melalui secarik kertas ini ingin kuyakinkan padamu bahwa :

    Aku tidak akan pernah merasa kebebasanku terpasung jika kelak engkau memerintahkanku untuk berhenti bekerja, aku merasa bahwa perintahmu itu adalah karena engkau terlalu mencintaiku, sehingga engkau sama sekali tidak rela melihatku bekerja keras demi mencari kekayaan dunia. Aku tiada pernah merasa kebebasanku terpasung jika kelak engkau memaksaku menutup auratku atau bahkan memaksaku mengenakan cadar sekalipun. Aku merasa bahwa keinginanmu itu adalah karena engkau begitu mencemburuiku, sehingga engkau tidak akan pernah rela jika mata lelaki lain memandangi tubuhku dengan tatapan penuh nafsu.

    Aku tidak akan pernah merasa kebebasanku terbelenggu jika kelak engkau tidak memperbolehkanku mempekerjakan pembantu dalam rumah tangga kita, karena aku merasa laranganmu itu adalah karena engkau sangat menyayangiku, sehingga engkau tidak ingin aku menyesal dikemudian hari karena aku tidak bisa melihat anak-anak kita tumbuh dalam pengawasan dan asuhanku.

    Aku tiada akan pernah merasa kebebasanku terhalang jika kelak engkau melarangku untuk tidak bebas keluar rumah tanpa seizinmu, aku merasa laranganmu itu adalah karena engkau sangat menyayangi dan mengkhawatirkan diriku, sehingga engkau akan merasa gelisah, rindu jika aku tidak berada dirumah, jauh dari sisimu.

    Aku tidak akan pernah merasa kebebasanku terinjak-injak jika kelak engkau membatasi pergaulanku, aku merasa perlakuanmu itu adalah karena engkau terlalu mengasihiku, sehingga engkau tidak ingin melihatku terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang akan membuat Allah murka dan melaknatku, yang kemudian menyeretmu sebagai orang yang harus bertanggung jawab karena engkau adalah suami sekaligus pemimpinku.

    Ya, aku akan sangat berterima kasih dan bersyukur jika kelak engkau membatasi kebebasanku bukan karena ego-mu, tetapi karena engkau sangat memahami kewajiban dan tanggung jawab yang telah Alloh berikan kepadamu sebagai seorang suami sekaligus imam, untuk membimbingku menuju surga dan menghindari neraka-Nya, meraih ridho dan ampunan-Nya.

    Duhai calon suamiku!, aku heran dengan para istri yg menyerukan kebebasan, sungguh sangat bodoh jika seorang istri merasa bahagia saat sang suami membebaskan cara berpakaian istrinya, padahal tahukah sang istri, bahwa perlakuannya itu pertanda sang suami tidak lagi memiliki rasa cemburu padanya, walaupun banyak mata lelaki buaya yang tergiur untuk menikmati kemolekan tubuh istrinya. Dan aku heran dengan para suami yg memperbolehkan istrinya untuk keluar rumah dengan bebas, dimana saat sang suami pulang ke rumah, didapatinya rumahnya berantakan, tidak terurus, tidak ada makan malam untuknya karena sang istri terlalu sibuk bekerja, ngerumpi dengan tetangga, atau larut dengan dunia kebebasannya sendiri. Duhai calon suamiku!, disaat aku telah menjadi istrimu, gunakanlah hakmu sebagai seorang suami untuk membimbingku, agar aku tidak terperosok ke dalam faham kebebasan yang penuh dengan tipu daya itu.

    Namun saat melihat kenyataannya bahwa begitu banyak rumah tangga yg awalnya saling mencintai, harmonis, dan bahagia, tapi tak lama berselang rumah tangga tersebut hancur tak bersisa dan tidak sedikit pula suami-istri yang saling menyakiti baik fisik maupun mental, kembali keraguan muncul dalam hatiku wahai calon suamiku, tetapi sekali lagi kuyakinkan diriku bahwa, laki-laki yang bertakwa kepada Allah pasti akan memenuhi hak dankewajibannya terhdap istrinya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad SAW, memperlakukan istrinya dengan baik, menyayanginya sebagaimana ia sayang pada dirinya sendiri. Tetapi duhai calon suamiku, sebelum aku memasuki kehidupan baru bersamamu, izinkanlah aku mengajukan beberapa pormohonan padamu agar engkau dapat memahami isi hatiku sebagai seorang wanita dan seorang istri.

    Duhai calon suamiku, aku bukanlah robot yg tidak akan pernah merasakan letih, kelak bantulah aku dalam mengatur rumah tangga kita, jangan kau limpahkan semua urusan rumah tangga hanya padaku tanpa mau memperdulikan dan mengerti keletihanku.
    Duhai calon suamiku, aku bukanlah makhluk tanpa rasa sekedar menjadi tempat penyaluran hasratmu, kelak janganlah engkau mencumbuiku dengan cara yang kasar dan dingin, cumbuilah aku dengan lembut dan penuh kasih sayang, sebagaimana Muhammad Rasulullah memperlakukan bunda Siti Khadijah atau Ali Bin Abi Tholib memperlakukan Fathimah.

    Duhai calon suamiku, aku bukanlah patung tak berperasaan, kelak setialah padaku, sayangilah aku, dan hormatilah aku layaknya ratu dalam istana hatimu. Janganlah engaku berbuat sebagaimana apa yang banyak dilakukan lelaki di jaman sekarang. Pergaulan bebas di luar rumah tanpa sepengetahuan istrinya, bahkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.

    Duhai calon suamiku, sungguh yang kuharapkan hanyalah kebahagiannya dalam rumah tangga kita, yang kuinginkan adalah ridha Allah melalui dirimu, yang kudambakan hanyalah genggaman tanganmu yang akan membawaku ke surga dunia dan akhirat. Untuk itu, bawalah daku menyelami dalamnya kehidupan yang penuh kebahagiaan, mari kita saling mengerti, memahami, dan mengasihi selayaknya dua insan yang raga dan jiwanya telah saling menyatu. Oh, sungguh bahagianya aku jika memiliki suami yang akan mengajariku dengan cinta dan membimbingku dengan kasih. Maha suci engkau ya Allah.

    Duhai calon suamiku, selama engkau membimbingku dalam tuntunan syariat Allah dan Rasulnya, maka tidak ada alasan bagiku untuk mengatakan tidak terhadap apa yang engkau inginkan dari kehidupanku, tidak karena pendidikan yang sedikit banyak telah disusupi paham kebebasan barat yang aku peroleh dibangku kuliah dahulu kemudian aku harus menyelisihimu dengan dalih persamaan hak dan kebebasan, apalagi hak asasi manusia. Bukankah dengan membimbingku menuju Ridho-Nya engkau telah memperlakukanku sebagai manusia yang sesungguhnya, sama dengan dirimu.

    Duhai calon suamiku, sebelumnya aku ingin berterima kasih padamu karena kelak engkaulah yang akan membawaku memasuki surga yang tiada akan pernah terbayangkan indahnya. Engkaulah yang akan menuntunku mencapai Ridho Ilahi, engkaulah yang akan menjagaku dalam mengarungi lautan hidup, akan menjadi sandaran saat ragaku letih dan bersedih, engkaulah yang akan menabur benih cinta kita dalam rahimku, menjadikan diriku seorang ibu bagi anak-anak kita kelak, dan membimbing mereka menjadi generasi Rabbani, generasi yang tidak pernah takut dengan siapapun kecuali hanya takut pada Allah, generasi yang tidak akan pernah terbuai dengan kesenangan dunia dan meletakkannya dalam hati. Engkaulah calon abi bagi mereka, yang kelak mendidiknya menjadi generasi-generasi Islam yang sholeh dan sholehah.

    Duhai calon suamiku, engkaulah yang akan menemaniku disaat usiaku telah senja, dan engkaulah yang akan menjadi tempat untuk aku mencurahkan seluruh perasaan hatiku, Sungguh aku akan menjadi istri yang paling berbahagia jika memiliki suami yang menyayangi dan mencintaiku karena Allah bukan karena paras dan kecantkanku, dan semoga itu adalah dirimu.

    Calon suamiku, sekian surat cinta untukmu yang kutulis dengan penuh harap, semoga Allah ridho dan memberkahi rumah tangga kita nanti dengan kebahagiaan yang tiada akan pernah berakhir, Amien…amien ya Rabbal Alamin.

    "Dari calon istrimu"
    .

Demikian sepucuk surat cinta dari seorang muslimah kepada calon suaminya, semoga bermanfat dan dapat direnungkan. Dipersembahkan untuk wanita Indonesia dalam rangka memperingati hari lahirnya Raden Ajeng Kartini, tokoh pembaharu wanita Indonesia.

Wassalam

Baca juga artikel berikut :



Comments :

4 komentar to “SURAT CINTA UNTUK CALON SUAMIKU”

Heriza Saputra mengatakan...
on 

ini baru benar2 surat cinta pak, saya baru pertama baca surat cinta yg kaya gini

Anonim mengatakan...
on 

istri yang solehah adalah perhiasan dunia...

artikel yang sangat bagus! terima kasih telah berbagi ya :)

Dr. Nur mengatakan...
on 

Wah.. ini betul2 ke? huhuhuhuhu..bagus ye

Bunda Alfi mengatakan...
on 

Luar biasa sekali surat cintanya sampai aku menitikkan air mata membacanya...terharu dan tersentuh.kita merasa bersalah dan merasa rendah setelah membacanya ,ternyata saya belum bisa seperti beliau yg masih status calon .sedangkan saya telah bertahun2 menikah...itulah hakikat dari cinta seorng istri untuk suaminya.

Posting Komentar

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template