KARTINI KARTINI TERGADAI

Habis gelap, terbitlah terang. Ungkapan ini adalah goresan tinta pena seorang perempuan Indonesia beberapa puluh tahun lalu, yang kemudian terukir dengan tinta emas dalam lembar sejarah Bangsa Indonesia. Dialah Raden Ajeng Kartini, seorang perempuan Jawa, sederhana, berbudi pekerti yang luhur, lahir dari keluarga priyai di tengah kuatnya pengaruh kungkungan adat istiadat Jawa pada masa itu. Dengan segenap kemampuan dan keberanian yang dimilikinya, Kartini berhasil mendobrak belenggu adat istiadat Jawa sebagai simbol adat ketimuran yang kala itu memasung kehidupan wanita. Dalam perkembangannya, perjuangan Kartini sampai hari ini telah memberi inspirasi bagi wanita Indonesia untuk terus berjuang menempatkan dirinya pada posisi yang sama dengan pria. Bahwa wanita harus duduk dan berdiri sama tinggi dengan laki-laki adalah sebuah harga mati yang tidak bisa ditawar.

Hari ini, 21 April 2009 adalah bertepatan dengan hari lahirnya sang pelopor pergerakan wanita Indonesia itu. Kalau saja RA. Kartini masih hidup dan melihat hasil dari apa yang telah dirintisnya dulu, mungkin RA. Kartini akan tersenyum puas melihat keadaan kaumnya kini. Wanita-wanita Indonesia telah tegak berdiri sejajar dengan pria dalam segala hal. Berpendidikan tinggi dengan gelar berderet di depan dan belakang namanya, menjadi pengusaha sukses, politisi yang disegani, menjadi perwira TNI dan POLRI, jadi Guru Besar di perguruan tinggi, jadi Menteri, bahkan dalam sejarah bangsa ini, Megawati Soekarnoputri sebagai perempuan pernah menduduki pucuk pimpinan tertinggi negara sebagai Presiden.

Pada sisi ini, kita tentu berbangga hati bahwa tidak sia-sia perjuangan RA. Kartini beberapa puluh tahun lalu. Keterlibatan kaum perempuan di segala aspek kehidupan merupakan kemajuan yang luar biasa jika dibandingkan dengan realitas perempuan pada masa Kartini masih hidup. Saat ini, tidak ada lagi tembok atau sekat yang dapat membatasi gerak langkah mereka. Bahwa semua dimensi kehidupan kini telah melibatkan kaum wanita sebagai Kartini-Kartini muda yang cerdas, kreatif, inspiratif, apresiatif adalah realita yang tidak terbantahkan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah "Apakah seperti ini inti dari perjuangan Kartini?, jawabannya bisa "YA" dan juga bisa "TIDAK". Jika ditinjau dari sisi persamaan hak dan kewajiban, dalam pengertian positif, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dimata hukum dan keadilan, lebih-lebih lagi di depan Tuhan. Dengan kata lain, perbedaan gender tidak bisa mengalangi kaum wanita untuk berkiprah diberbagai bidang kehidupan sebagaimana yang saya sebutkan di atas, maka kita tentu harus menjawab "YA".

Dalam perjalanannya, intisari perjuangan Kartini mengalami distorsi dan pembelokan. Ruh serta semangat yang dikandungnya, secara perlahan tapi pasti tergerus dan makin melenceng dari inti perjuangan Kartini yang sebenarnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita bangga dengan realitas sebagian kecil perempuan yang bernasib baik dapat menempuh pendidikan tinggi, meniti karir di berbagai bidang, setara dengan laki-laki. Tetapi kita juga tidak mungkin menutup mata dengan realitas sebagian besar kaum perempuan yang secara perlahan-lahan tanpa disadarinya, memasuki dunia yang secara kodrati bertentangan dengan fitrah dan nalurinya sebagai wanita. Mari kita coba membuka mata lebar-lebar, melihat akibat yang ditimbulkan dari suara-suara tajam wanita penyeru kebebesan dan persamaan hak diatas dalih hukum, keadilan gender dan hak asasi manusia. Di bidang ekonomi misalnya, prinsip-prinsip liberalisasi ekonomi telah membawa kaum wanita dalam pusaran arus yang tidak bisa dikendalikannya. Yang terjadi kemudian adalah, kaum wanita terjebak dalam derasnya arus globalisasi yang secara perlahan-lahan menggiringnya pada arah dan tujuan yang tidak jelas. Akhirnya arus globalisasi berbalik menjadikan kaum wanita sebagai objek, sekaligus menjadikannya bahan eksploitasi. Mungkin tidak jadi masalah sekiranya yang menjadi objek eksploitasi adalah keceradasannya, tatapi kenyataan yang terjadi di depan mata dengan sangat jelas menunjukkan, bahwa bukan otak dan kecerdasan wanita yang tereksploitasi melainkan tubuhnya. Dalam kondisi seperti ini, justru banyak wanita yang terjebak dan menikmatinya tanpa sadar. Suara-suara penetangnya dianggap angin lalu yang dianggapnya tidak sesuai lagi dengan zaman dan bertentangan dengan hak asasi manusia, kebebasan dan keadilan. Kemudian selanjutnya, dengan dalih tuntutan profesionalisme, wanita melakukan apa saja walaupun sesungguhnya hal itu sudah mendobrak batas-batas susila dan batas-batas moral yang diajarkan agama.

Mari kita coba melihat kondisi di sekeliling kita, tidak satupun aktifitas, apakah itu bisnis atau bukan yang tidak melibatkan wanita dalam pengertian negatif. Kecantikan dan kemolekan tubuh mereka dijadikan komoditi bisnis, bahkan dapat dikatakan sebagai penglaris. Wanita masa kini dengan paham kebebasan tanpa batas yang dianutnya sebagai buah dari didikan dan infiltrasi kebudayaan barat, rela melakukan apa saja, bahkan memamerkan seluruh lekuk-lekuk tubuhnya di manapun tempatnya, selama atas nama bisnis, profesionalisme, seni dan budaya, maka itu bukanlah persoalan. Demikan pula tidak sedikit wanita rela difoto dengan pose telanjang tanpa busana juga atas nama seni dan bisnis (lihat majalah-majalah sekarang). Di media-media massa cetak, tak ada halaman yang tidak dihiasi dengan tubuh molek perempuan. Demikian pula siaran-siran TV seperti iklan, lawakan, tayangan sinetron film-film, bahkan politik semuanya tak luput dari keterlibatan wanita, yang sesungguhnya merupakan bentuk eksploitasi terhadap dirinya, namun tetap tidak disadarinya. Bahkan hari ini, wanita sudah tidak lagi merasa malu memamerkan bagian-bagian tertentu dari tubuhnya yang sesungguhnya dianggap tabu dan terlarang. Lihatlah iklan TV, Surat Kabar, seperti iklan obat nyamuk bakar, sabun, atau jenis iklan lainnya. Semuanya menampilkan wanita dengan busana minim. Padahal, kalau kita mau merenung dan berfikir sejenak, mungkin akan muncul pertanyaan, "Apa hubungan semua itu dengan tubuh mulus wanita?". Masih juga belum selesai sampai di situ. Saat ini, wanita sudah tidak malu lagi bahkan makin berani memperlihatkan bagian paling rahasia dari dirinya, yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi calon suami atau suami mereka. Contohnya (maaf) iklan "pembalut" yang mengharuskan wanita tampil dengan busana ala kadarnya seakan mengajak kaum lelaki berfantasi lalu kemudian berkata : "Nih lihat, punya guwe bentuknya begini" (Naudzu billaah).

Pemaparan tersebut baru segahagian kecil dari apa yang menimpa sebahagian besar kehidupan wanita saat ini. Kita belum bicara soal kehidupan malam, peredaran narkoba, kehidupan artis yang kawin cerai, free seks di kalangan remaja, kumpul kebo mahasiswi, trafiking (perdagangan perempuan) gadis-gadis muda untuk di jadikan pelacur, prostitusi terselubung sampai yang legal dan mendapatkan ijin pemerintah, pelecehan seksual (pemerkoasaan) di dunia kerja, pengiriman perempuan sebagai TKW atas nama devisa, termasuk di dalamnya dunia internet yang sebagian besar situs dipenuhi dengan pose-pose wanita-wanita miskin karena tanpa busana sama sekali (gak punya duit beli pakaian kali!). Jaman sepertinya makin edan dan berputar ulang kembali ke jaman jahiliyah masa lalu, dimana wanita saat itu hanya dianggap tidak lebih dari pemuas nafsu dan sarana pelanjut keturunan belaka. Mungkin hanya bentuknya yang berbeda. Dahulu hal seperti itu terjadi mungkin disebabkan dominasi yang terlalu kuat dari laki-laki atau karena sebab kebodohan wanita. Tetapi sekarang, hal ini terjadi justru disaat wanita semakin banyak yang pintar dan tidak dominannya lagi kaum pria terhadap wanita. Saya yakin sekiranya RA. Kartini masih hidup, beliau akan menangis melihat kondisi kaumnya kini yang tergadai oleh derasnya persaingan kehidupan akibat ulahnya sendiri.

Karena itu, kepada kaum perempuan saya mengajak untuk merenung sejenak. Setara itu tidak berarti harus sama dalam segala hal. Laki-laki dan perempuan diciptakan Tuhan dengan kodrat yang berbeda. Ada yang pantas bagi perempuan dan ada yang tak pantas, begitupun sebaliknya. Tuhan telah memberikan aturan dan batasan-batasan pergaulan yang sangat jelas antara laki-laki dan perempuan, karena itu jangan coba-coba untuk melanggarnya. Yakinlah bahwa Tuhan tidak mungkin menurunkan aturan hidup yang menyusahkan makhluqnya, tetapi justru sebaliknya. Hanya Tuhanlah yang paling tahu siapa, dan apa yang kita butuhkan.

Terkait dengan peringatan hari lahirnya RA. Kartini yang jatuh pada hari ini, mari kembali membuka sejarah untuk memahami hakekat perjuangan Kartini yang sesungguhnya, bukan sekedar hanya mengenangnya tiap tahun, tetapi mencoba meluruskan kembali arah perjuangan RA. Kartini kembali pada tujuannya semula.

"UNTUKMU WAHAI WANITA INDONESIA, GENGGAMLAH SEMANGAT KARTINI MENUJU KEJAYAAN IBU PERTIWI".

Ditulis di Makassar pada tanggal 21 April 2009.

Wassalam

Baca juga artikel berikut :



Comments :

0 komentar to “KARTINI KARTINI TERGADAI”

Posting Komentar

Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template